CRYSTAL PALACE DICORET DARI LIGA EROPA – Kekecewaan pun tidak terhindar, Crystal Palace dicoret dari keikutsertaannya di Liga Eropa.
Menjelang bergulirnya musim kompetisi 2025/2026, Crystal Palace menghadapi pukulan telak. Alih-alih bermain di ajang Liga Europa seperti yang sebelumnya diproyeksikan, mereka justru harus turun ke UEFA Conference League.
Hal ini merupakan konsekuensi dari pelanggaran terhadap regulasi UEFA terkait kepemilikan ganda klub.
UEFA merilis pernyataan resmi pada Jumat (11 Juli 2025), yang menyebut bahwa Crystal Palace tidak memenuhi kriteria untuk tampil di Liga Europa musim depan. Keputusan ini diambil setelah terungkap adanya keterkaitan kepemilikan antara Palace dan klub Ligue 1, Olympique Lyon.
Kedua klub ternyata dimiliki oleh sosok yang sama—pengusaha asal Amerika Serikat, John Textor. Ia memiliki saham besar di Crystal Palace sekaligus mengendalikan mayoritas kepemilikan Lyon, yang juga lolos ke Liga Europa musim ini.
Aturan UEFA secara tegas melarang dua tim dengan struktur kepemilikan yang serupa untuk bersaing dalam kompetisi Eropa yang sama. Guna menghindari konflik kepentingan dan menjaga integritas kompetisi, badan sepak bola Eropa itu memutuskan untuk menurunkan Crystal Palace ke kasta ketiga Eropa, sementara Lyon tetap diberi tempat di Liga Europa.
Langkah UEFA yang menyingkirkan Crystal Palace dari Liga Europa menuai reaksi keras dari ketua klub, Steve Parish. Dalam wawancara bersama Sky Sports, ia menyuarakan ketidakpuasannya secara terbuka, menyebut keputusan itu sebagai bentuk nyata dari ketidakadilan yang merusak integritas kompetisi.
“Ini hari yang buruk untuk sepak bola. Kami tidak hanya kecewa, kami merasa dikhianati oleh sistem. Ketidakadilan ini begitu besar, dan saya rasa tidak ada satu pun pihak yang menginginkan situasi seperti ini,” ujarnya kepada BBC Sport.
Parish menyebut alasan pencoretan, yaitu konflik kepemilikan ganda dan sebagai dalih teknis yang tak proporsional.
“Kami dipaksa keluar karena alasan administratif yang remeh. Ini menunjukkan bahwa regulasi kadang lebih mementingkan birokrasi ketimbang keadilan olahraga. Fan dari seluruh dunia seharusnya melihat ini sebagai masalah bersama,” tegasnya.
Pada kenyataannya, UEFA sudah menetapkan deadline hingga 1 Maret 2025 bagi klub-klub yang berada dalam situasi kepemilikan ganda untuk membenahi struktur mereka. Meski diberi kesempatan, Crystal Palace tidak mampu merampungkan proses tersebut sebelum tenggat berakhir.